Kamis, 27 Oktober 2011

Kamis, 29 September 2011

Orang Miskin Dilarang Pintar

Joke yang dilontarkan pengamat sosial bahwa orang miskin dilarang keras untuk pandai atau sakit, karena untuk hal itu dibutuhkan biaya yang cukup mahal, nampaknya bukan sekedar lelucon belaka. Pernyataan seperti ini tentunya mengundang silang pendapat dari berbagai pihak, khususnya antara pemerhati masalah sosial dengan kalangan pemerintah. Bagaimana realitas sosial yang ada dalam masyarakat kita ? Potret utuh masyarakat kita yang berada pada strata sosial paling bawah, menggambarkan bahwa kehidupan sosial mereka benar-benar berada pada posisi kemiskinan absolut. Miskin harta, miskin ilmu dan juga miskin pengetahuan. Jangankan saving, untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari saja sudah cukup sulit. Aktivitas keseharian mereka terjebak pada sebuah rutinitas kerja yang cenderung mengandalkan kemampuan otot daripada akal sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar keluarganya. Pola management ekonomi mereka dari tangan ke mulut, artinya seberapapun besarnya pendapatan hari ini akan habis untuk kebutuhan konsumsi hari ini. Dan untuk kebutuhan esok hari, akan dicari esok hari. Demikian seterusnya.

Mengapa pandai dan sakit menjadi sebuah komoditas yang sangat mahal harganya dan sulit dijangkau oleh sebagian besar golongan masyarakat miskin ? Bukankah program anti kemiskinan dengan semua varian nya sudah cukup banyak yang digelontorkan kepada masyarakat miskin ? Berbagai program pemerintah yang terintegrasi dalam Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (gerdutaskin) dalam prakteknya hanya menyelesaikan persoalan kemiskinan pada sisi permukaannya saja ( temporary ) , sementara akar permasalahan serta dampak dari kemiskinan itu sendiri belum sepenuhnya tersentuh. Terlalu banyak persoalan non teknis yang belum sepenuhnya dipahami oleh para pembuat kebijakan, terutama terkait dengan aspek sosiologis masyarakat miskin.

Pertama, program pemerintah yang terkait langsung dengan masalah pendidikan gratis atau yang sering disebut dengan Program Wajib Belajar (wajar), jangka waktunya hanya sembilan tahun (Pendidikan Dasar) atau setara dengan SLTP. Sementara untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya (SLTA sederajat) harus ditempuh dengan biaya sendiri. Artinya bagi mereka yang kurang berkemampuan dari aspek finansial sekalipun, maka semua biaya pendidikan sepenuhnya menjadi beban tangung jawab pribadi, karena pemerintah tidak lagi mensubsidi biaya pendidikan. Kondisi semacam inilah yang sering kali memaksa para orang tua dari golongan masyarakat miskin tidak lagi mampu membiayai sekolah anak-anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karena fakta sosialnya adalah bahwa pemenuhan kebutuhan dasar bagi keluarga menjadi prioritas utamanya. Sehingga pendidikan dipandang bukanlah sebuah kebutuhan yang prioritas. Selesai tamat sekolah SMP tidak lagi melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Waktu dan tenaga mereka akan lebih bermanfaat digunakan untuk bekerja membantu ekonomi keluarga di ladang dan sawah yang mereka miliki atau menggembala ternak.

Kendala lainnya adalah, sekalipun si anak mempunyai cukup kemampuan dengan nilai kelulusan yang cukup memadai untuk diterima di sekolah unggulan, untuk bisa melanjutkan ke Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI) misalnya adalah sesuatu yang sulit untuk di lakukan. Sebabnya adalah, bukan hanya karena jumlah penerimaan siswanya terbatas, akan tetapi setiap anak didik yang diterima akan dipungut biaya yang jumlahnya lumayan besar bagi kalangan tertentu. Dan hal ini sebuah kemustahilan dapat dipenuhi bagi kalangan warga miskin. Dan karenanya mereka akan tetap memilih mendafkan di sekolah non unggulan. Dalam hal ini begitu kompleksnya persoalan warga miskin terkait dengan persoalan pendidikan yang konon gratis.

Sebagai dampak langsungnya dalam jangka panjang adalah, pada saat anak-anak mereka memasuki usia kerja dan harus berkompetisi di sektor formal. Apa yang bisa dilakukan hanya dengan bekal ijasah formal setingkat SLTP ? Sementara peluang kerja yang tersedia sebagian besar paling rendah untuk tamatan SLTA, itupun kebanyakan sebagai kuli kasar atau buruh pabrik. Pada sisi lain, dengan bekal pengetahuan yang hanya sebatas SLTP, dengan tanpa adanya tambahan life skill, peluang kerja apa yang dapat diciptakan ? Ibarat mengikuti sebuah kompetisi, mereka sudah kalah sebelum bertanding. Keterpurukan mereka di sektor formal, serta ketidak berdayaan mereka menciptakan peluang kerja, tentunya akanmemaksa mereka kembali ke habitat aslinya meneruskan atau lebih tepatnya mewarisi pekerjaan orang tua mereka sebagai buruh tani. Kesemuanya ini pada hakekatnya akan memperpanjang mata rantai kemiskinan.

Kedua, bagi kebanyakan masyarakat miskin, sakit tidak lagi dipandang sekedar sebuah cobaan atau ujian hidup, lebih dari itu merupakan musibah. Untuk kembali menjadi sehat diperlukan biaya yang tidak kecil. Bukan saja karena obat patent (diluat obat-obatan yang masuk dalam daftar obat Generik ) harganya relatif mahal dan cenderung tidak terjangkau kantong mereka, akan tetapi apabila diperlukan tindakan medis khususnya di Rumah Sakit juga dibutuhkan biaya yang cukup besar. Program Jamkesmas yang dibiayai dari dana APBN dan juga Jamkesda yang diambilkan dari dana pemerintah propinsi, yang bertujuan memberikan fasilitas pengobatan dan biaya rawat inap secara gratis bagi warga miskin, nampaknya dalam pelaksanaannya juga banyak mengalami kendala teknis yang sulit di dipenuhi oleh masyarakat miskin. Persyaratan administratif sering kali menjadi momok yang bagi sebagian masyarakat miskin yang tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan menjadi frustasi. Kebanyakan dari mereka disamping tidak memahami tentang mekanisme dan proses tahapan prosedur standart administratif, juga karena pihak-pihak yang berkompeten tidak memberi pengarahan, tuntunan apa yang seharusnya dan tidak seharusnya. Sehingga semua persyaratan administratif tersebut dipandang sebagai suatu hambatan, sementara disisi lain barang kali pasien memerlukan penanganan segera. Sebagai jalan pintas, pada umumnya mereka tidak lagi menggunakan fasilitas pengobatan “gratis” yang memang disediakan oleh pemerintah untuk mereka khususnya warga masyarakat yang tergolong sangat miskin (RTSM). Sekalipun pada akhirnya harus menempuh berbagai cara untuk mendapatkan biaya baik pengobatan maupun perawatan. Untuk mendapatkan uang dalam waktu singkat di daerah pedesaan bukanlah pekerjaan mudah, apalagi kebanyakan warga masyarakat miskin tidak memiliki aset yang dapat dijadikan sebagai jaminan. Langkah alternatif terakhir yang paling mungkin adalah meminjam dari rentenir yang saat ini banyak berkeliaran di daerah pedesaan dengan kedok koperasi simpan pinjam. Kalau ini terjadi maka dapat dipastikan akan semakin menambah daftar panjang persoalan kemiskinan mereka. Salah satu faktornya adalah karena mereka dengan sangat terpaksa harus dapat menyisihkan sebagian penghasilan yang sudah pas-pasan untuk kepentingan mencicil hutang mereka kepada rentenir.

Sedikit berbeda nasib warga masyarakat sangat miskin peserta Program Keluarga Harapan (PKH). Adanya tenaga pendamping tidak sekedar berfungsi membantu pemerintah dalam mewujudkan tujuan program yakni memutus mata rantai kemiskinan dengan cara memastikan bantuan program tepat jumlah dan tepat sasaran serta tepat penggunaan. Lebih dari itu juga mempunyai fungsi pemberdayaan. Yakni dengan pola pendampingan tugas dan fungsi pendamping mengupayakan bagaimana mayarakat miskin peserta program PKH pada akhir pelaksanaan program bisa mandiri baik secara ekonomis maupun sosial.

Kemandirian pada sektor ekonomi dilakukan dengan cara di bimbing serta dibina untuk mengembangkan sektor ekonomi produktif yang disesuaikan dengan potensi diri serta potensi lokal. Yang kesemuanya tersebut diharapakan mampu menambah pendapatan keluarga. Bentuk konkritnya bisa berupa usaha dagang atau peternakan secara berkelompok, semua ini bertujuan bukan sekedar meminimalkan resiko kegagalan. Tetapi dengan kelompok usaha bersama ini (KUBE) diharapkan dapat menjadi wadah atau media pembelajaran bersama. Pada tahapan awal ini dengan pola tangung renteng setiap orang mempunyai kedudukan dan fungsi yang sama, sehingga bisa saling mengisi kekurangan masing-masing. Fase berikutnya, bagi mereka yang sudah mampu mandiri diperkenankan keluar dari kelompok untuk untuk mengembangkan usaha mereka sendiri.

Teknis yang digunakan untuk dapat mewujudkan kemandirian sosial yakni dengan cara memberi sosialisasi secara berkelanjutan pada masing-masing kelompok secara dialogis. Dengan cara ini diharapkan setiap persoalan sosial yang mungkin sedang atau akan dihadapi dapat dijadikan materi diskusi sekaligus dicarikan solusinya. Sehingga setiap anggota kelompok akan mendapatkan pemahaman dan pengetahuan yang seragam akan berbagai persoalan yang muncul dalam diskusi. Untuk beberapa kasus yang sedang terjadi, maka akan dilakukan pendampingan secara langsung dan bukan sekedar advokasi. Dapat diambil contoh misalnya terkait dengan mekanisme proses persyaratan administrasi pemanfaatan fasilitas kesehatan baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Pendampingan dilakukan mulai awal hingga akhir proses. Dalam jangka panjang teknik semacam ini diharapkan dapat diteruskan kepada anggota yang lain ketika mengalami persoalan yang sama.

Jadi inilah sedikit perbedaan antara warga masyarakat miskin yang mendapat program dengan bonus pendampingan dengan mereka yang mendapat bantuan yang bersifat temporary dengan tanpa pendampingan. Bravo pendamping PKH.

Narkoba : Bisa Sebabkan Lumpuh dan Mati Rasa


NARKOBA dan MIRAS
Narkoba dan miras saat ini sudah mewabah dalam masyarakat. Penyebarannya tidak lagi mengenal status ekonomi sosial serta usia. Kita hendaknya mewasdai masalah ini dan saling membantu jika ada kecanduan, karena hanya dengan dukungan orang disekelilingnya dapat sembuh. Korban dari narkoba tidak lagi mengenal batasan umur dan status sosial ekonomi. Tua, muda bahkan anak yang baru menginjak remaja sudah banyak yang terjerat atau menjadi pemakai narkoba. Kebanyakan pecandu terdiri dari kaum remaja, baik mereka dikota maupun di desa yang berasal dari keluarga miskin ataupun kaya, berpendidikan tinggi ataupun biasa-biasa saja.

Pengertian narkoba dan miras serta efeknya
Narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) adalah jenis obat yang mempunyai efek tertentu sehingga berbahaya jika dikonsumsi secara sembarangan, karena itu penggunaannya harus sesuai dengan anjuran dokter.
Efek dari penggunaan Narkoba : menyebabkan lumpuh atau mati rasa, mengurangi rasa sakit, mengendorkan syaraf, menenangkan dan membuat tidur (depresian), merangsang syaraf pusat agar energi atau aktifitas meningkat (stimulansia), dan merubah pikiran atau perasaan agar terasakan hal yang luar biasa (halusinogen).
Ketagihan narkoba akan menyebabkan penurunan kekebalan, keracunan darah dan dapat pula menyebabkan kematian.
Sedangkan miras (minuman keras) adalah minuman yang mengandung alcohol dan dapat menimbulkan ketagihan, bisa berbahaya bagi pemakaiannya karena dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati serta perilaku serta menyebabkan kerusakan fungsi organ-organ tubuh.
Efek yang ditimbulkan adalah memberikan rangsangan meneneangkan, menghilangkan rasa sakit, membius serta membuat gembira.

Jenis jenis narkoba dan miras
Beberapa contoh narkoba : Heroin, Ganja, Ecstasy, shabu-shabu, dan Amphetamine (stimulant sintesis)
Beberapa contoh miras : Bir, Wisky, Vodka dengan berbagai jenis merk dan Arak

Tanda-tanda sederhana yang dapat terlihat
Tanda-anda sederhana yang dapat terlihat dari seseorang yang mungkin sedang kecanduan narkoba atau miras:
1. Perubahan perilaku seperti: yang biasanya periang tiba-tiba menjadi pemurung,mudah tersinggung dan cepat marah tanpa alasan yang jelas.
2. Sering menguap dan mengantuk, malas, melamun dan tidak memperhatikan kebersihan atau penampilan diri.
3. Menjadi tidak disiplin, atau sering kabur, baik dirumah maupun disekolah.
4. Nilai raport maupun prestasi lainnya menurun.
5. Bersembunyi ditempat-tempat gelap atau sepi agar tidak terlihat orang.
6. Lebih bergaul dengan orang-orang tertentu saja yang mempunyai unsur-unsur seperti tanda-tanda diatas.
7. Mencuri apasaja milik orang tua atau saudara untuk membeli narkoba atau miras.
8. Sering cemas mudah stress atau gelisah, sukar tidur.
9. Mata merah seperti mengantuk terus atau memakai kacamata hitam terus.

Akibat penyalahgunaan
narkoba atau miras
Apabila ada orang tua atau teman menggunakan secara terus menerus selama satu bulan atau lebih maka akan menjurus pada gejala:
1. Malas makan, sehingga fisik lemah dan kekurangan gizi.
2. Hidup jorok sehingga terkena eksim, sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus dn sulit tidur.
3. Gangguan otot jntung dan tekan darah tinggi,gangguan gerak dan keseimbangan tubuh, lamban kerja, ceroboh, sering tegang dan glisah, Hilang kepercayaan diri, apatis, penghayal, dan penuh curiga.
4. Gangguan mental, anti sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan.
5. Cenderung menyakiti diri dan bahkan bunuh diri.
6. Kematian karena kerusakan organ tubuh.

Akibat miras
bagi kesehatan reproduksi
Menggunakan narkoba dan miras dapat berakibat buruk bagi kelangsungan hidup untuk mempunyai keturunan diantaranya:
1. Pola hidup jorok dan melupakan norma susilasering mengakibatkan tertularnya penyakit kelamin (PMS, HIV/AIDS).
2. Kecanduan obat terlarang pada orang tua dapat mengakibatkan bayi lahir dengan ketergantungan obat sehingga harus mengalami perawatan intensif yang mahal.
3. Kebiasaan menggunakan narkoba atau miras dapat menurun pada sifat-sifat
4. Wanita pemakai mempunya sikap hidup malas dan kekurangan gizi, mengakibatkan bayi dalam kandungan gugur, berat rendah atau cacat.
5. Dapat mengakibatkan impotensi atau keinginan seksual yang berlebihan/perilaku seksual menyimpang sehingga mengganggu keharmonisan keluarga.

Alasan Remaja Mengkonsumsi Narkoba atau Miras
Beberapa remaja terjerumus ke masalah narkoba/miras karena pengaruh lingkungan dan pergaulan. Awalnya coba-coba, namun lama kelamaan menjadi kebiasaan.
Adanya ajakan atau tawaran serta banyaknya sarana hiburan yang memberikan contoh “pergaulan modern” biasanya mendorong mereka kepada pemakaian secara berkelompok.
Apabila seseorang telah menjadi tebiasa memakainya dan karena mudah untuk mendapatkannya, maka dia akan mencari sendiri sampai menjadi ketagihan dan sulit disembuhkan. Karena zat-zat itu telah meresap ke dalam tubuh dan perasaan. Ketagiah dapat menimbulkan rasa nyeri/demam yang berlebih dan baru akan sembuh jika yang bersangkutan mengkonsumsi obat tersebut. Maka tak jarang orang yang telah ketagihan menjadi pencuri, pemalak dan melakukan apa saja untuk mendapatkan narkoba/miras tersebut.

Cara untuk menghindari Nakoba atau Miras
Jangan pernah berpikir untuk mencoba. Menghindari diri dari pemakaian narkoba adalah dengan sikap menolak untuk memakainya, karena sadar terhadap konsekuensi yang diakibatkan nanti. Sikap penolakan itu diantaranya adalah tidak ikut-ikutan memakai, meskipun setiap hari bergaul dengan mereka yang mengkonsumsinya dan jangan sungkan untuk menyatakan tidak jika ditawari.

Cara mengelola diri agar jauh dari Narkoba dan Miras
1. Aktif memegang teguh norma agama/sosial masyarakat, melibatkan diri dalam keluarga, masyarakat dan keagamaan, melakukan olah raga, melakukan kegiatan hobby, rekreasi atau bermain dengan teman, dan kembangkan diri melalui ketrampilan.
2. Istirahat cukup, dan asupan gizi seimbang
3. Hadapi persoalan jangan terlalu panik, percaya hidup ada yang mengatur dan kita wajib menjalankannya.

Ditulis Oleh :
Hari Widhiantoro
Pendamping PKH Kec. Pilangkenceng

Pengaruh Kemiskinan Terhadap Pendidikan


Kemiskinan identik dengan kebodohan, ungkapan itu barangkali tidaklah terlalu jauh dari kenyataan kalau dilihat pada masyarakat didaerah pinggiran khususnya desa yang jauh dari jangkauan informasi, desa terpencil dan terisolir, yang kebanyakan orang menyebutnya desa tertinggal.
Desa yang demikian mayoritas masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan dengan tingkat SDM rata-rata rendah, hal ini salah satunya di pengaruhi oleh minimnya informasi yang masuk. Dengan demikian masyarakat yang hidup di desa seperti itu akan tertutup pengetahuannya. Salah satu ciri karakteristiknya adalah sikap apatis (masa bodoh) terhadap perkembangan yang terjadi di dunia luar. Energi berfikir mereka berputar-putar pada persoalan bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar mereka tercukupi.
Mereka tidak mampu ber empati (membayangkan peran lain diluar dirinya) terhadap peran yang dianggap jauh di atasnya.
Dalam kaitannya dengan kurangnya pengetahuan seseorang maka akan berpengaruh pula pada pola pikir mereka. Baik berfikir untuk dirinya sendiri, lingkungan sekitarnya maupun dalam hal mendidik anak-anaknya. Artinya ada sebuah korelasi (hubungan) yang cukup signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepedualian sosial. Kalau saja ketidaktahuan atau kebodohan itu sudah melekat pada pola fikir seseorang maka segala langkah yang diambil bukan karena berdasarkan pengetahuan, akan tetapi lebih dikarenakan faktor kebiasaan yang dilakukan terus menerus, turun temurun. Seperti kalau boleh disimpilkan ada sebuah pola tentang kebodohan yang terus diwariskan ke anak cucunya dan itu akan sulit sekali untuk merubahnya.
Dalam hal mendidik anak misalnya, kalau seseorang minim pengetahuan atau tidak pernah mengenyam pendidikan tentunya akan sulit bagi mereka dalam hal mengarahkan anak-anaknya untuk berkembang menjadi lebih baik. Apalagi memberi motivasi bagi anak-anaknya untuk lebih maju dalam bersekolah.
Dalam kaitannya dengan program PKH motivasi dan dukungan orang tua sangatlah mutlak dibutuhkan, agar seorang anak lebih giat dalam belajar, yang nantinya diharapkan akan menumbuhkan keinginan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Dengan dorongan dan motivasi orang tua, diharapkan pula pola perkembangan anak akan lebih terkontrol. Bukankah waktu terbanyak bagi anak adalah di lingkunganan keluarga ? Secara matematis, dalam satu hari hanya 6 jam waktu yang diperlukan seorang anak di sekolahnya, sisanya berada di rumah.

ditulis oleh : 
Yuli Siswantini, Pendamping PKH Kec. Gemarang

Bagaimana Dengan Kesehatan???
KESEHATAN ADALAH HAK DASAR !!!!
Sehat itu adalah hak dasar yang dimiliki dan melekat pada setiap manusia di negeri ini tanpa terkecuali. Kesehatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan suatu bangsa dimana itu tecermin dalam usia harapan hidup warga serta  kemampuan dan kesempatan warga yang sama dan sejajar dalam mengakses fasilitas kesehatan yang disediakan oleh Negara.

Tidak terkecuali warga miskin yang mengalami sakit dan harus berobat ke rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya. Masalah biaya selalu menjadi kendala, seperti banyak kasus yang terjadi di republik ini yaitu pasien miskin ditolak berobat ke rumah sakit dengan alasan rumah sakit sudah penuh, masalah administrasi lainnya( depkes/PT Askes memiliki tunggakan uang pada rumah sakit)  dan banyak alasan lainnya.
Negara wajib menyediakan kesehatan yang murah dan mudah diakses oleh setiap warga, baik kualitas maupun pembiayaannya. Meskipun Negara sudah memiliki program kesehatan untuk masyarakat miskin yaitu Jamkesmas ( Jamkesda, untuk kabupaten/kota) dan yang lainnya. Namun tetap saja ada warga miskin yang tidak mampu mengakses kesehatan karena tidak punya biaya, tidak memiliki kartu Jamkesmas.  Juga bagi peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas dapat berobat di fasilitas kesehatan/RS pemerintah dengan menggunakan kartu PKH sebagai bukti untuk berobat. Tidak ada lagi alasan dari pihak rumah sakit untuk menolak pasien miskin dengan alasan tidak mampu membayar karena pada dasarnya biaya itu ditanggung oleh Negara sampai tuntas. Semoga tidak ada lagi warga miskin yang tidak dapat mengakses kesehatan di bumi pertiwi ini.

Tips berobat bagi peserta PKH yang tidak memiliki kartu Jamkesmas :
1.       Mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa, di foto kopi 3 lembar
2.       Surat rujukan dari Puskesmas, di foto kopi 3 lembar
3.       Foto kopi kartu Peserta PKH 3 lembar
4.       Foto kopi KK 3 lembar
5.       Semua berkas di atas didaftarkan ke loket Jamkesmas/Askes
6.       Masuk ke loket pendaftaran
7.       Peserta sudah bisa berobat (rawat jalan/inap)

Ditulis oleh : 
Firdaus Anderson, Pendamping PKH Kec. Gemarang

Mandiri Melalui Pendidikan

Psikolog senior, Sartono Mukadis pernah memberikan ilustrasi tentang kondisi mental generasi muda kaitannya dengan dunia kerja. “Tak perlu repot- repot melakukan tes psikologi. Sodorkan saja sebuah pacul dan sempritan, lalu minta mereka untuk memilih salah satu diantaranya sebagai bekal mencari nafkah. Saya yakin mereka akan memilih sempritan.”

Memilih pacul berarti siap- siap membanting tulang di bawah terik matahari. Hasilnya baru dipetik dalam hitungan bulan dan tahun, itupun kalau tidak ada hama dan harga panen anjlok. Memilih sempritan, berarti tidak perlu membanting tulang. Cukup dengan menggerakkan tangan diantara kepadatan lalu lintas, hasilnya sudah bisa dipetik.

Sekali lagi itulah gambaran generasi muda kita sekarang dan mudah- mudahan tidak demikian di masa mendatang. Maka, banyak hal yang perlu dibenahi untuk membuang jauh paradigma seperti itu, dan salah satunya melalui sistem pendidikan.

Diakui atau tidak, sistem pendidikan kita sekarang berpola tidak applicable, seakan- akan terjebak di menara gading, dan tentu saja sangat kurang memiliki relevansi dengan dunia nyata. Kebnyakan kita masih memandang pendidikan hanya ditekankan untuk mengejar nilai Ujian Nasional dan berhasil menggaet ijazah. Seolah dengan nilai Ujian Nasional dan ijazah itu kehidupan akan sesuai dengan yang dicita- citakan. Padahal dunia kerja yang nyata tidaklah seperti yang diharapkan.

Pendidikan kemandirian, itulah kata kunci yang diperlukan untuk menanggulangi fenomena ini, dan salah satunya dengan pendidikan kewirausahaan. Ya, bukankah pendidikan adalah proses memaknai pengalaman. Maka semestinya pengalaman anak sehari- hari, seperti ketika membantu orang tua jualan, melaut, beternak dan sebagainya bisa dibawa ke ruang kelas dan didiskusikan dan dirujukkan pada buku- buku tertentu. Sehingga anak bisa menjadi pakar di bidang yang ia geluti sehari- hari di lingkungannya serta mampu menciptakan generasi yang bermental die hard (pantang menyerah) dan “bermuka tebal”. Karena dua modal itu adalah kunci sukses untuk memulai usaha menuju kemandirian. Pendidikan jangan sampai memunculkan generasi priyayi yang pemalu, mudah tersinggung dan selalu ingin dijunjung atau dihormati.

Pendidikan tak pernah berproses dalam ruang vakum. Pendidikan tak hanya terjadi dalam ruang- ruang kelas yang sempit. Pendidikan pun berlangsung di tengah kancah kehidupan masyarakat yang kompleks. Tanpa bisa dielakkan, masyarakat dengan segala perangainya dapat diimajinasikan sebagai sebuah “ruang kelas” raksasa. Inilah ruang kelas dengan sudut pandang luas tak bertepi. Dari sini pula dapat dimengerti pada akhirnya, mengapa pembaharuan masyarakat mencetuskan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap pendidikan.

Sekali lagi potensi kemandirian dan kewirausahaan harus ditumbuhkan dan digalakkan di lembaga- lembaga pendidikan formal maupun informal. Era sekarang adalah era menuju “Accelerated Learning for 2030 years”, dimana titik yang akan dituju yaitu mengantarkan anak bangsa kita mengembangkan ketrampilan yang tepat dan memandang bahwa kekayaan bangsa ini berada pada hasil kualitas otaknya dalam bekerja. Dan belajar adalah merupakan petualangan hidup. Artinya, belajar tanpa batas usia dan terus berpikir kreatif, inovatif, enerjik, produktif, berwatak kerja keras, menghargai waktu dan pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan hidup dan menemukan solusi secara mandiri.

Pendidikan kita perlu disinergikan antara teori dengan aktualisasi di dunia kerja. Agar Sistem Pendidikan Nasional melahirkan tenaga kerja yang memiliki daya saing, memiliki jiwa kemandirian, inovatif dan kreatif di dunia internasional. Karena, dengan sistem pendidikan yang baik dan benar, mampu mengubah sebuah bangsa menjadi maju jaya. Bahkan dengan pendidikan mampu mengubah status bangsa menjadi nomor satu yang ujung- ujungnya dihormati di mata dunia. Di beberapa negara seperti Cina, Jepang, malaysia dan negara lainnya dihormati karena kemajuan di sektor pendidikan. Dengan pendidikan pula berbagai negara di dunia ini bisa keluar dari krisis ekonomi secara cepat, begitu juga sebaliknya, tanpa sistem pendidikan yang tepat guna sangat sulit bangsa ini keluar dari krisis yang berkepanjangan.

Lembaga pendidikan haruslah mampu menelurkan anak- anak didik yang mempunyai karakter kemandirian. Dengan karakter kemandirian ini akan melahirkan sifat progresif, visioner, willpower (kemauan keras), toil (kerja keras) dan produktif. Karena itu “pendidikan karakter mandiri” perlu dibangun di negeri ini melalui sistem pendidikan secara serius agar para anak didik mempunyai orientasi bertindak dalam menata kehidupannya.

Semoga dengan dukungan Program Keluarga Harapan (PKH) yang bertujuan untuk memutus mata rantai kemiskinan dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan dan kesehatan dapat memacu anak peserta PKH untuk tetap terus bersekolah, tidak hanya lulus SMP tetapi hingga setingkat SMA, serta dengan dukungan “Omah Pinter” dapat memberikan bekal “pendidikan karakter mandiri” bagi mereka sejak awal dapat mewujudkan kemandirian dalam diri dan hidup mereka di masa depan, sehingga slogan PKH “Anak saya tak boleh miskin” benar- benar terwujud di masa yang akan datang. Amin.

ditulis oleh :
Fidyan Rozzaqi
pendamping PKH Kec. Jiwan

Selasa, 02 Agustus 2011

Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011

Dari Meja BPS

Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS), pertama kali dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2008. Pada saat itu, PPLS bertujuan untuk melakukan pemutakhiran (updating) basis data Rumah Tangga Sasaran Bantuan Langsung Tunai (RTS BLT). Data tersebut telah digunakan oleh pemerintah untuk berbagai program perlindungan sosial, seperti Jmainan Kesehatan Masyarakat (JamKesMas), Program Keluarga Harapan (PKH), Beras untok Orang Miskin (Raskin), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dan lain-lain.

Tahun 2011 ini, BPS kembali melaksanakan kegiatan PPLS yang dimaksudkan untuk mendapatkan daftar nama dan alamat (by name by address) 40 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terbawah secara nasional.

Apa Tujuannya?
Pelaksanaan PPLS11 bertujuan untuk memperoleh basis data terpadu rumah tangga kurang mampu di Indonesia, yaitu 40 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terbawah, berdasarkan nama dan alamat.


Apa Dasar Hukumnya?
Pelaksanaan Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 (PPLS) didasarkan pada:
1.Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik.
2.Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik.
3.Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2006 tentang Rencana kerja Pemerintah Tahun 2007.
4.Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 7 Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi BPS.

Apa Manfaatnya?
Data hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 dapat digunakan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat maupun daerah (unified database) untuk berbagai program perlindungan sosial di bawah koordinasi Tim Nasional Percepatan Pengentasan Kemiskinan (TNP2K).
Khusus untuk Program Keluarga Harapan ( PKH ) adalah untuk mengevaluasi yang hasilnya nanti adalah untuk dilakukan proses penggantian bagi Peserta PKH yang sudah tidak memenuhi Persyaratan sebagai Rumah Tangga dengan kondisi social ekonomi terbawah.

Tahapan PPLS meliputi:
1.Konfirmasi keberadaan rumah tangga kepada ketua Satuan Lingkungan Setempat (SLS)
Petugas akan mendatangi ketua SLS(Kampung/Jorong/Nagari/Dusun/RT) untuk mengonfirmasi keberadaan rumah tangga yang tercatat dalam Daftar PPLS11.LS (daftar yang berisi nama dan alamat rumah tangga kurang mampu berdasarkan hasil sensus Penduduk 2010 )
2.Diskusi dengan 3 4 perwakilan rumah tangga kurang mampu
Petugas akan berdiskusi dengan 3 4 orang perwakilan rumah tangga kurang mampu (consultation with the poor) yang namanya tercatat dalam daftar PPLS11.LS untuk memastikan semua rumah tangga kurang mampu dalam SLS tersebut telah tercatat dalam Daftar PPLS11.LS
3.Pendataan sosial ekonomi rumah tangga
Petugas akan berkunjung ke rumah tangga kurang mampu yang tercatat dalam daftar PPLS11.LS untuk mendapatkan informasi kondisi sosial ekonomi rumah tangga tersebut dengan menggunakan Daftar PPLS11.RT.

APA YANG DITANYAKAN?
1.Keterangan sosial ekonomi anggota rumah tangga: nama, hubungan dengan kepala rumah tangga, hubungan dengan kepala keluarga, jenis kelamin, kecacatan, penyakit menahun, umur, status perkawinan, tanggal lahir, kepemilikan tanda pengenal , kehamilan, pendidikan, dan kegiatan ekonomi anggota rumah tangga yang berumur 5 tahun ke atas.
2.Keterangan rumah tangga: Status penguasaan bangunan, luas dan jenis lantai, jenis dinding dan atap, sumber air minum, sumber penerangan, bahan bakar untuk memasak, fasilitas tempat buang air besar, tempat pembuangan akhir tinja, kepemilikan aset, dan kepesertaan dalam program perlindungan sosial.

Kapan Pelaksanaannya?
Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 dilakukan pada 15 Juli 15 Agustus 2011.

Apa Pendataan Program Perlindungan Sosial?
Pendataan yang dimaksudkan untuk memperoleh basis data terpadu berupa daftar nama dan alamat rumah tangga yang kurang mampu di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Mengapa diperlukan Pendataan Program Perlindungan Sosial?
Sebagai dasar penentuan berbagai program perlindungan sosial bagi rumah tangga kurang mampu yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Wujudkan Basis Data Sosial Ekonomi Terpadu yang Berkualitas untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Oleh : Ivan Nurcahyo, Pendamping PKH Kec. Balerejo
disarikan dari Informasi
Badan Pusat Statistik ( BPS )

Apa Saja Kegiatan Di OmahPinter???

Di Omah Pinter metode pembelajaran yang kami pakai cukup beragam, ada yang langsung dipraktekkan misalnya berhitung dengan Jarimatika, Sejarah dengan metode bercerita, metode teman sebaya
(peer teaching) untuk memahami mata pelajaran IPA dan IPS.
Alhamdulillah anak-anak merasa senang dan terbantu dalam menempuh pelajaran di sekolah, karena kalau biasanya dirumah mereka tidak bisa bertanya kepada orang tua maupun saudara, sekarang mereka bisa bertanya setiap hari kepada tutor yang bertempat tinggal dekat dengan mereka.
”Saya diajari perkalian sampai 100 sama Pak Anang (Pendamping PKH Kec. Saradan)” ujar Imam dan Joni murid kelas 2 SD dengan antusias. ” Kalo saya suka jarimatika yang diajarkan Bu Agustin (Pendamping PKH Kec. Mejayan)” ujar si kembar Yeni dan Yesi murid kelas 5 SDN dengan malu-malu. ”Saya belum bisa baca dan berhitung, jadi saya diajari Mbak Jujuk (Tutor) membaca, menulis dan berhitung 1-25” ujar Adi murid kelas 1 SD yang nampaknya membutuhkan sekali bimbingan ini karena sering ketinggalan pelajaran di sekolahnya.
Ini adalah sekelumit kegiatan di Omah Pinter yang memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang mengalami kesulitan pelajaran di sekolahnya.

Selebihnya ada banyak kegiatan di Omah Pinter, simak yang berikut ini :
Gemar membaca. Kegiatan utama agar anak bimbing suka membaca buku dan media cetak (koran dan majalah) yang mendorong anak memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas.

Out Bound. Kegiatan belajar di luar ruangan dengan pendekatan permainan dan aktivitas fisik (olah raga) yang didalamnya berisi nilai-nilai membangun kekompakan (team building), toleransi antar teman dan belajar untuk menang dan kalah dalam kompetisi.

Sadar lingkungan. Kegiatan dalam rangka mengenalkan, menumbuhkan rasa memiliki dan ikut menjaga kelestarian alam karena kebanyakan tinggal di tepian hutan. Bentuk kegiatan misalnya kompetisi menanam dan mengarang dengan tema lingkungan

Keterampilan. Kegiatan untuk merangsang dan meningkatkan daya kreativitas anak melalui kegiatan yang menyenangkan misalnya : membuat karya dari bahan bekas koran dan kardus, menggambar dan menempel dengan biji-bijian dan kain perca, membuat boneka, gantungan kunci, figura, kotak pensil dll.

Berkesenian. Kegiatan dalam rangka mengenalkan dan melestarikan seni dan budaya lokal dan nasional misalnya : membaca puisi, bermain drama, menari, mendongeng cerita rakyat dan panggung boneka.

Wartawan Cilik. Kegiatan dalam rangka menyalurkan bakat jurnalistik anak dan merangsang anak untuk menghasilkan tulisan yang layak untuk dimuat di media.

Menu Sehat.
Kegiatan dalam rangka memberikan wawasan pada anak agar gemar menyantap makanan sehat (suka sayur, buah, susu, roti, daging dll) karena biasanya anak lebih suka jajan. Dikemas dengan kegiatan menarik misalnya : menghias roti dan membawa bekal untuk makan bersama.

Semua kegiatan ini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan, potensi dan faktor pendukung dan penghambat yang dimiliki oleh omah pinter. Ada kalanya suatu kegiatan yang sangat diinginkan oleh anak didik tidak dapat dengan cepat direalisasikan karena harus dimusyawarahkan dulu dengan orang tua misalnya Out Bound. Tetapi terkadang spontanitas tutor dibutuhkan pada saat anak mulai jenuh misalnya mendongeng atau bermain teka teki.
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka ikut membantu Keluarga sangat miskin dalam meningkatkan kualitas dan prestasi anak-anak PKH pada khususnya dan keluarga miskin pada umumnya. Serta ingin membina anak-anak Keluarga sangat miskin secara langsung agar mereka dapat lebih bersemangat sekolah dan harapannya dapat berprestasi disekolah.

Kata orang bijak ”Gunung yang nampak tinggi menjulang rasanya sulit untuk ditakhlukan, tapi ia akan berada dibawah telapak kaki bila kita telah mendaki sampai puncaknya”. Ungkapan ini rasanya sangat pas untuk menggambarkan bagaimana Omah Pinter ini dulu akan dirintis. Rasa takut dan rasa sulit selalu datang menghimpit saat Omah Pinter ini belum dibentuk, sekarang pada saat telah terbentuk masih banyak perjuangan yang harus dilakukan untuk membuatnya terus maju dan berkembang, dan tidak terlindas oleh roda keterbatasan dan tanpa dukungan. Mohon Doa agar kami tetap istiqomah dan selalu diluruskan dalam niat, agar Omah Pinter menjadi kegiatan yang penuh manfaat dan jauh dari mudharat.

Oleh : Agustin Hariyani, Ketua Tim OmahPinter Kab.Madiun

Surat RTSM : Merasa Terbantu Berkat PKH

“ Bila ada saudaramu yang sakit segeralah untuk menjenguknya….”, adalah kata-kata yang selalu mengiang pada saat ada kabar salah satu keluarga jatuh sakit. Pendamping PKH adalah juga seorang manusia dan bisa berempati pada saat ada keluarga miskin di wilayah dampingan yang sakit.
Mencoba membantu RTSM untuk mendapatkan hak nya pada saat mereka sakit baik rawat jalan atau rawat inap. Dengan adanya Program Keluarga Harapan (PKH) banyak keluarga-keluarga miskin yang tidak masuk Jamkesmas bisa mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis.
Di bawah ini adalah ungkapan salah satu peserta PKH
yang merasa telah terbantu dengan adanya program keluarga harapan.


"..."

Saya Imam A. Ruba'i rumah kami di dusun petung desa Pajaran Kecamatan Saradan Kabupaten madiun . Sehari-hari saya berjualan sosis untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Untuk mendapatkan laba Rp. 30.000,-saya harus berjualan sosis hampir sehari penuh. Pada hari minggu seperti biasa saya dan istri berjualan di kali bening disana kami selain jual sosis biasanya saya membawa permainan untuk anak-anak memancing di kolam-kolaman. Dari hasil itu kami bias membeli beras agak lebih untuk mencukupi kebutuhan kami.
Pada hari Senin tanggal 26 Januari 2011, kami sekeluarga mendapat teguran dari yang di atas untuk senantiasa sabar. Buah cinta kami Tania Masna Wulansari sakit dan harus opname di UGD Puskesmas Kecamatan Saradan.
Dengan pasrah kubawa Tania ke Puskesmas Saradan, setelah diperiksa pagi itu mendadak Bidan bertanya, “ Bapak punya Jamkesmas ? “. Saya bingung, karena kami pikir kami tidak punya Jamkesmas.
Saya ingat, lalu saya berkata, “ Bu, kami Cuma punya kartu PKH “ ucap saya ragu, lalu Bidan tadi berkata, “ Kartu PKH di foto copi rangkap 10, KTP 10 dan KK 10, nanti dicoba diajukan pada Pak Dokter “ katanya.
Seribu pertanyaan mendera batin kami, kami sekeluarga berharap kartu PKH itu bisa menolong / dipakai.
Setelah di opname satu hari saya bingung mau mencari pinjaman kemana juga tidak tahu. Kami takut kalau kartu PKH tersebut tidak bisa terpakai, kami sekeluarga harus pakai apa? Sedangkan untuk biaya makan saja kadang kami kurang dan pinjam di warung apalagi biaya untuk pengobatan anak kami.
Pelayanan yang kami anggap baik dari pegawai UGD semakin membuat kami bingung dalam hati kami berpikir, “ bisa habis berapa ini nanti, padahal kami benar-benar tidak punya uang”.

Pada hari ke tiga tepatnya hari Jum'at, saya memberanikan diri menarik Tania dan akan kami bawa pulang. Ternyata Pak Dokter bilang, jangan pulang dulu ini belum sembuh. Saya kaget padahal besok hari sabtu dan minggu, berarti nanti baru hari senin Tania pulang. Saya menjadi semakin bingung, bisa habis banyak ini nanti.


Dengan kunjungan Bp.Anang dan Ibu Agustin kami sekeluarga merasa masih punya harapan. Saya bertekad sore itu saya mendapat dorongan moril untuk bangkit dari Bp dan Ibu Pendamping PKH kami.
Alhamdulillah… malam itu saya bisa bertemu Pak Dokter yang juga Kepala Puskesmas Kecamatan Saradan, saya bertanya, “ apa besok bisa membawa Tania pulang?”. “ boleh..” kata Pak Dokter dengan santun.
Pagi itu hari sabtu infuse di tangan Tania dilepas, saya bergegas ke kantor bidan dan bertanya,” Bu, apa sudah boleh pulang? Dan berapa biaya nya? “ tanyaku. ”Sudah boleh pulang Pak, dan tidak usah bayar”, kata bidan itu.
Kami sekeluarga bersyukur kepada Allah SWT dan kami berterima kasih kepada pak Dokter selaku Kepala Puskesmas Saradan. Terima kasih pula kepada semua Bidan, Dokter dan karyawan Puskesmas atas pelayanan yang sangat baik, kami tidak bisa membalas kebaikan bapak ibu bidan untuk semuanya.
Dan terima kasih kepada Pak Anang dan Ibu Agustin selaku Pendamping PKH, dengan adanya PKH semoga anak-anak kami bisa meraih apa yang mereka cita-citakan. Karena biaya sekolah bukan halangan buat kami sekeluarga untuk membuat anak kami tetap sekolah, semoga kelak menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Dari kami sekeluarga
Imam A. Ruba'i

"..."


Ditulis ulang oleh : Anang Effendi , Pendamping PKH Kec. Saradan

Senin, 01 Agustus 2011

Kenapa Anak Remaja Saya Nakal???

Rubrik Psikologi Keluarga,
Diasuh Oleh :
Zullin Nurchayati, Pendamping PKH Kec. Saradan (Ketua KPAI Kab. Madiun)

Usia remaja merupakan usia seseorang mulai mencari identitas. Wajar, terjadi banyak perubahan, terlebih tingkah laku. Hal itu kadang dapat menimbulkan masalah dengan orang tua. Sebab, keinginan atau pendapat anak terkadang tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Dari situlah kemudian muncul konflik yang mengakibatkan pertengkaran anak dengan orang tua. Lebih – lebih, orang tua sering selalu merasa benar, tanpa mau mendengar pendapat anak. Karena itulah, seharusnya orang tua bisa lebih memahami perubahan pada anak. Orang tua cukup mendengarkan pendapat anak. Ketika dirasa tidak sesuai, barulah anak diarahkan dan diberi solusi terbaik. Jangan hanya melarang. Begitu juga si anak. Ketika suasana sudah reda, anak bisa mulai berani mengungkapkan pendapatnya kepada orang tua. Dengan begitu, hubungan antara anak dan orang tua akan kembali baik.

Kenakalan remaja sudah menjadi isu sosial yang sangat meresahkan masyarakat. Berbagai kasus kenakalan remaja seperti tawuran pelajar, keterlibatan remaja dalam narkoba, minum-minuman keras, penodongan, penjabretan, dan bahkan tidak luput munculnya berbagai kelompok/gang yang melibatkan remaja putri (gang hero).

Kenakalan remaja tidak hanya terjadi dikota-kota besar saja tetapi sudah sampai di desa-desa. Remaja di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Makasar, dan beberapa kota lainnya cenderung bertindak semaunya, dan tidak mau diatur serta melakukan tindakan yang melanggar norma-norma sosial. Dan anehnya bagi remaja yang tindakannya melanggar aturan justru sebagai suatu kebanggaan tersendiri diantara komunitasnya. Penilaian yang keliru ini diterima sebagai sesuatu yang positip dikalangan remaja pada umumnya.

Kebanyakan mereka berasal dari lingkungan keluarga yang kurang harmonis, dan kasih sayang dari orang tuanya karena ke dua orang tuanya sibuk bekerja di luar, dan atau dari keluarga yang berantakan/bercerai. Dan bahkan dari latar belakang orang tua yang menjadi TKI, sehingga mereka (remaja) dalam pengasuhan bapaknya atau ikut neneknya. Biasanya untuk menyalurkan kemampuannya agar mendapat pengakuan dan perhatian dari orang lain, seringkali remaja salah menterjemahkan dalam bentuk tindakan yang negatip seperti melakukan pencurian, minum-minuman keras, merokok, ngopas dengan teman-temannya.

Kenakalan remaja sebagai akibat dari kegagalan system pengontrol diri, yaitu gagal dalam mengendalikan emosi primintif mereka, yang kemudian disalurkan dalam perbuatan jahat. Kenakalan remaja bukan meupakan warisan sejak lahir, tetapi dibentuk karena kondisional keluarga maupun lingkungan sosial. Perilaku criminal orang tua misalnya, dapat mempengaruhi pola perilaku kenakalan remaja karena kebiasaan yang seringkali dilakukan orang tua dapat membentuk karakteristik perilaku anaknya. Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas memainkan peranan paling besar dalam membentuk kepibadian anak. Rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibu, perceraian diantara bapak dengan ibu, hidup terpisah, poligami, ayah mempunyai simpanan istri lain, keluarga yang diliputi konflik keras, semua itu merupakan sumber untuk memunculkan kenakalan remaja.

Kondisi keluaga yang demikian itu, menyebabkan anak kurang perhatian, kurang kasih sayang, kebutuhan fisik dan psikis menjadi tidak terpenuhi, keinginan anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapat kompensasi, akibatnya anak menjadi bingung, risau, sedih, malu, sering diliputi rasa dendam, benci, kacau dan liar. Dan dikemudian hari mereka akan mengembangkan reaksi kompensatoris dalam bentuk dendam dan sikap bemusuhan terhadap dunia luar. Anak-anak tersebut akan menghilang dari rumah, lebih suka bergelandangan dan mencari kesenangan hidup yang imajinair di tempat-tempat lain. Dia mulai berbohong, membolos sekolah bahkan keluar dari sekolah, kebut – kebutan di jalan, mencuri untuk menarik perhatian dan mengganggu orang tuanya, atau ia mulai mengembangkan reaksi kompensatoris negatip untuk mendapatkan keenakan dan kepuasan hidup dengan melakukan perbuatan criminal..

Banyak kasus kenakalan remaja disebabkan karena: “kekecewaan hebat karena merasa tidak diterima oleh lingkungannya, mengalami frustrasi karena tidak mampu mendapatkan obyek yang diinginkan, dan diliputi oleh perasaan tidak aman”. Dalam keadaan ini anak mulai menjadi agresif, destruktif, dan tidak terkontrol perbuatannya. Mereka berusaha menghibur diri dengan jalan berkeliaran kemana-mana, dan lama kelamaan anak mulai menjadi binal liar tidak terkendali, sering dikuasai keinginan yang aneh-aneh.

Kenakalan remaja merupakan suatu bentuk pelampiasan terhadap kondisional, yang dimulai dari lingkungan keluarga yang kurang harmonis, dan pada akhirnya anak (remaja) mencari kompensasi dalam bentuk perilaku yang menyimpang dalam lingkungan sosial. Sebenarnya kaum remaja memiliki energi emosional yang tinggi, dan bila dapat tersalurkan secara positip dapat membantu kondisi psikis/kejiwaan anak yang merasa kurang nyaman dalam lingkungan keluarganya

Kenakalan remaja disebut pula sebagai anak cacat sosial, mereka menderita cacat mental yang disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan” atau kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Kenakalan remaja dapat digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.

Sedangkan menurut bentuknya, kenakalan remaja dapat dibedakan dalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai motor/mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Pada mulanya kenakalan remaja bersifat sederhana, seperti berbohong, keluar rumah tidak pamit, bolos sekolah, begadang larut malam, dan lain lain. Bentuk kenakalan remaja ini seringkali dianggap sesuatu yang wajar, dan bahkan menjadi sesuatu atribut yang membanggakan dalam pergaulan komunitasnya. Bentuk kenakalan remaja seperti ini bila seringkali dilakukan tanpa adanya pengawasan dan perhatian dari orang tua, tidak menutup kemungkinan bentuk kenakalan remaja akan meningkat lebih tinggi, seperti berkelahi, mencuri, menjambret, pergaulan seks bebas, dan lain-lain. Bentuk kenakalan ini sudah mengarah pada perbuatan criminal yang melanggar terhadap tatanan hukum yang berlaku.

Kenakalan remaja yang saat ini marak terjadi adalah perkelahian baik pekelahian antar sekolah maupun pekelahihan antar kelompok. Biasanya anak remaja yang ikut-ikutan acapkali dilakukan secara tidak sadar dan mengarah pada perbuatan criminal. Perkelahian dilakukan sebagai suatu bentuk untuk mendapatkan pengakuan lebih khususnya untuk mendapatkan pengakuan lebih terhadap egonya yang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian yang pantas dari orang tua sendiri maupun dari masyarakat yang luas. Perilaku mereka itu didorong oleh kompensasi pembalasan terhadap perasaan yang inferior, untuk kemudian ditebus dengan bentuk tingkah laku jagoan guna mendapatkan pengakuan lebih terhadap akunya. Karena kenakalan remaja sebagai suatu gangguan kondisi psikis, dan fisik yang dialami oleh remaja. Maka dari itu, mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja

Faktor-faktor terjadinya kenakalan remaja disebabkan oleh berbagai kondisi keluarga dan lingkungan sosial:

1. Ketidakberfungsian sosial (keluarga)

Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya, keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi sosial tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinya mencapai kebutuhan hidupnya.

Keberfungsian sosial keluarga mengandung pengertian pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi resprokal/timbal balik antara keluarga dengan anggotanya, dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya dll. Kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.

Kondisi keluarga yang berantakan merupakan cerminan adanya ketidakharmonisan antar individu (suami – istri, atau orang tua) dalam rumah tangga. Hubungan suami istri yang tidak sejalan seirama yakni ditandai dengan pertengkaran, percekcokkan maupun konfliks terus menerus, sehingga menyebabkan ketidakbahagiaan perkawinan. Tidak terselesaikan masalah ini, akan berdampak buruk, seperti perceraian suami istri.

Selama terjadi pertengkaran, anak-anak akan melihat, mengamati, dan memahami tidak adanya kedamaian, ketentraman, kerukunan hubungan antara kedua orang tua mereka. Kondisi ini membuat anak tidak merasakan perhatian, kehangatan kasih sayang, ketentraman, maupun kenyamanan dalam lingkungan keluarganya. Akibatnya mereka melarikan diri untuk mencari kasih sayang dan perhatian dari pihak lain, dengan cara melakukan kenakalan-kenakalan di luar rumah.

2. Kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua.

Kebutuhan hidup seorang anak tidak hanya bersifat materi saja, tetapi lebih dari itu, ia juga memerlukan kebutuhan psikologis untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Dalam memasuki zaman industrialisasi ini, ditandai dengan banyaknya keluarga modern yang suami istri bekerja di luar rumah tanpa kenal lelah demi untuk mengejar kehidupan materi yang berkecukupan agar ekonomi keluarga tidak berkekurangan. Makin lama ada kecenderungan tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua dalam memelihara, mendidik, dan membibing anak diserahkan kepada pembantu atau baby sister ataupun pada nenek - kakeknya. Pada hal belum tentu mereka mampu mendidik dengan baik dan penuh kasih sayang.

3. Status sosial-ekonomi orang tua rendah.

Kehidupan sosial-ekonomi yang mapan merupakan salah satu penunjang yang membentuk kebahagiaan hidup keluarga. Dengan ekonomi yang mapan, berarti semua kebutuhan keluarga dapat terpenuhi dengan baik, termasuk keperluan pendidikan, kesehatan, rekreasi anak-anak.

Namun kehidupan ekonomi yang terbatas atau kurang, menyebabkan orang tua tidak mampu memberikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan makanan yang bergizi, kesehatan, pendidikan, dan sarana penunjangnya, dan bahkan orang tuapun kurang optimal dalam memberikan perhatian kasih sayang pada anak. Hal ini dapat terjadi karena seluruh waktu dan perhatiannya, cenderung tercurah untuk bekerja agar dapat meningkatkan taraf hidup keluarganya.

4. Penerapan disiplin keluarga yang tidak tepat.

Sebagian besar orang tua beranggapan bahwa penerapan disiplin terhadap anak-anak berarti harus dilakukan secara tegas, keras, tidak kenal kompromi serta tidak mengenal belas kasihan kepada anak. Disini, orang tua berperan secara sentral dalam menentukan criteria kedisiplinan yang longgar ataupun ketat sesuai dengan karakteristik anak.


KONSULTASI GRATIS DISINI, HUBUNGI : pkhmadiun@gmail.com

kita harus melayani mereka

kita harus melayani mereka
terima kasih PKH