Usia remaja merupakan usia seseorang mulai mencari identitas. Wajar, terjadi banyak perubahan, terlebih tingkah laku. Hal itu kadang dapat menimbulkan masalah dengan orang tua. Sebab, keinginan atau pendapat anak terkadang tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Dari situlah kemudian muncul konflik yang mengakibatkan pertengkaran anak dengan orang tua. Lebih – lebih, orang tua sering selalu merasa benar, tanpa mau mendengar pendapat anak. Karena itulah, seharusnya orang tua bisa lebih memahami perubahan pada anak. Orang tua cukup mendengarkan pendapat anak. Ketika dirasa tidak sesuai, barulah anak diarahkan dan diberi solusi terbaik. Jangan hanya melarang. Begitu juga si anak. Ketika suasana sudah reda, anak bisa mulai berani mengungkapkan pendapatnya kepada orang tua. Dengan begitu, hubungan antara anak dan orang tua akan kembali baik.
Kenakalan remaja sudah menjadi isu sosial yang sangat meresahkan masyarakat. Berbagai kasus kenakalan remaja seperti tawuran pelajar, keterlibatan remaja dalam narkoba, minum-minuman keras, penodongan, penjabretan, dan bahkan tidak luput munculnya berbagai kelompok/gang yang melibatkan remaja putri (gang hero).
Kenakalan remaja tidak hanya terjadi dikota-kota besar saja tetapi sudah sampai di desa-desa. Remaja di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Makasar, dan beberapa kota lainnya cenderung bertindak semaunya, dan tidak mau diatur serta melakukan tindakan yang melanggar norma-norma sosial. Dan anehnya bagi remaja yang tindakannya melanggar aturan justru sebagai suatu kebanggaan tersendiri diantara komunitasnya. Penilaian yang keliru ini diterima sebagai sesuatu yang positip dikalangan remaja pada umumnya.
Kebanyakan mereka berasal dari lingkungan keluarga yang kurang harmonis, dan kasih sayang dari orang tuanya karena ke dua orang tuanya sibuk bekerja di luar, dan atau dari keluarga yang berantakan/bercerai. Dan bahkan dari latar belakang orang tua yang menjadi TKI, sehingga mereka (remaja) dalam pengasuhan bapaknya atau ikut neneknya. Biasanya untuk menyalurkan kemampuannya agar mendapat pengakuan dan perhatian dari orang lain, seringkali remaja salah menterjemahkan dalam bentuk tindakan yang negatip seperti melakukan pencurian, minum-minuman keras, merokok, ngopas dengan teman-temannya.
Kenakalan remaja sebagai akibat dari kegagalan system pengontrol diri, yaitu gagal dalam mengendalikan emosi primintif mereka, yang kemudian disalurkan dalam perbuatan jahat. Kenakalan remaja bukan meupakan warisan sejak lahir, tetapi dibentuk karena kondisional keluarga maupun lingkungan sosial. Perilaku criminal orang tua misalnya, dapat mempengaruhi pola perilaku kenakalan remaja karena kebiasaan yang seringkali dilakukan orang tua dapat membentuk karakteristik perilaku anaknya. Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas memainkan peranan paling besar dalam membentuk kepibadian anak. Rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibu, perceraian diantara bapak dengan ibu, hidup terpisah, poligami, ayah mempunyai simpanan istri lain, keluarga yang diliputi konflik keras, semua itu merupakan sumber untuk memunculkan kenakalan remaja.
Kondisi keluaga yang demikian itu, menyebabkan anak kurang perhatian, kurang kasih sayang, kebutuhan fisik dan psikis menjadi tidak terpenuhi, keinginan anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapat kompensasi, akibatnya anak menjadi bingung, risau, sedih, malu, sering diliputi rasa dendam, benci, kacau dan liar. Dan dikemudian hari mereka akan mengembangkan reaksi kompensatoris dalam bentuk dendam dan sikap bemusuhan terhadap dunia luar. Anak-anak tersebut akan menghilang dari rumah, lebih suka bergelandangan dan mencari kesenangan hidup yang imajinair di tempat-tempat lain. Dia mulai berbohong, membolos sekolah bahkan keluar dari sekolah, kebut – kebutan di jalan, mencuri untuk menarik perhatian dan mengganggu orang tuanya, atau ia mulai mengembangkan reaksi kompensatoris negatip untuk mendapatkan keenakan dan kepuasan hidup dengan melakukan perbuatan criminal..
Banyak kasus kenakalan remaja disebabkan karena: “kekecewaan hebat karena merasa tidak diterima oleh lingkungannya, mengalami frustrasi karena tidak mampu mendapatkan obyek yang diinginkan, dan diliputi oleh perasaan tidak aman”. Dalam keadaan ini anak mulai menjadi agresif, destruktif, dan tidak terkontrol perbuatannya. Mereka berusaha menghibur diri dengan jalan berkeliaran kemana-mana, dan lama kelamaan anak mulai menjadi binal liar tidak terkendali, sering dikuasai keinginan yang aneh-aneh.
Kenakalan remaja merupakan suatu bentuk pelampiasan terhadap kondisional, yang dimulai dari lingkungan keluarga yang kurang harmonis, dan pada akhirnya anak (remaja) mencari kompensasi dalam bentuk perilaku yang menyimpang dalam lingkungan sosial. Sebenarnya kaum remaja memiliki energi emosional yang tinggi, dan bila dapat tersalurkan secara positip dapat membantu kondisi psikis/kejiwaan anak yang merasa kurang nyaman dalam lingkungan keluarganya
Kenakalan remaja disebut pula sebagai anak cacat sosial, mereka menderita cacat mental yang disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan” atau kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Kenakalan remaja dapat digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.
Sedangkan menurut bentuknya, kenakalan remaja dapat dibedakan dalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai motor/mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Pada mulanya kenakalan remaja bersifat sederhana, seperti berbohong, keluar rumah tidak pamit, bolos sekolah, begadang larut malam, dan lain lain. Bentuk kenakalan remaja ini seringkali dianggap sesuatu yang wajar, dan bahkan menjadi sesuatu atribut yang membanggakan dalam pergaulan komunitasnya. Bentuk kenakalan remaja seperti ini bila seringkali dilakukan tanpa adanya pengawasan dan perhatian dari orang tua, tidak menutup kemungkinan bentuk kenakalan remaja akan meningkat lebih tinggi, seperti berkelahi, mencuri, menjambret, pergaulan seks bebas, dan lain-lain. Bentuk kenakalan ini sudah mengarah pada perbuatan criminal yang melanggar terhadap tatanan hukum yang berlaku.
Kenakalan remaja yang saat ini marak terjadi adalah perkelahian baik pekelahian antar sekolah maupun pekelahihan antar kelompok. Biasanya anak remaja yang ikut-ikutan acapkali dilakukan secara tidak sadar dan mengarah pada perbuatan criminal. Perkelahian dilakukan sebagai suatu bentuk untuk mendapatkan pengakuan lebih khususnya untuk mendapatkan pengakuan lebih terhadap egonya yang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian yang pantas dari orang tua sendiri maupun dari masyarakat yang luas. Perilaku mereka itu didorong oleh kompensasi pembalasan terhadap perasaan yang inferior, untuk kemudian ditebus dengan bentuk tingkah laku jagoan guna mendapatkan pengakuan lebih terhadap “aku”nya. Karena kenakalan remaja sebagai suatu gangguan kondisi psikis, dan fisik yang dialami oleh remaja. Maka dari itu, mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja
Faktor-faktor terjadinya kenakalan remaja disebabkan oleh berbagai kondisi keluarga dan lingkungan sosial:
1. Ketidakberfungsian sosial (keluarga)
Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya, keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi sosial tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinya mencapai kebutuhan hidupnya.
Keberfungsian sosial keluarga mengandung pengertian pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi resprokal/timbal balik antara keluarga dengan anggotanya, dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya dll. Kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.
Kondisi keluarga yang berantakan merupakan cerminan adanya ketidakharmonisan antar individu (suami – istri, atau orang tua) dalam rumah tangga. Hubungan suami istri yang tidak sejalan seirama yakni ditandai dengan pertengkaran, percekcokkan maupun konfliks terus menerus, sehingga menyebabkan ketidakbahagiaan perkawinan. Tidak terselesaikan masalah ini, akan berdampak buruk, seperti perceraian suami istri.
Selama terjadi pertengkaran, anak-anak akan melihat, mengamati, dan memahami tidak adanya kedamaian, ketentraman, kerukunan hubungan antara kedua orang tua mereka. Kondisi ini membuat anak tidak merasakan perhatian, kehangatan kasih sayang, ketentraman, maupun kenyamanan dalam lingkungan keluarganya. Akibatnya mereka melarikan diri untuk mencari kasih sayang dan perhatian dari pihak lain, dengan cara melakukan kenakalan-kenakalan di luar rumah.
2. Kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua.
Kebutuhan hidup seorang anak tidak hanya bersifat materi saja, tetapi lebih dari itu, ia juga memerlukan kebutuhan psikologis untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Dalam memasuki zaman industrialisasi ini, ditandai dengan banyaknya keluarga modern yang suami istri bekerja di luar rumah tanpa kenal lelah demi untuk mengejar kehidupan materi yang berkecukupan agar ekonomi keluarga tidak berkekurangan. Makin lama ada kecenderungan tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua dalam memelihara, mendidik, dan membibing anak diserahkan kepada pembantu atau baby sister ataupun pada nenek - kakeknya. Pada hal belum tentu mereka mampu mendidik dengan baik dan penuh kasih sayang.
3. Status sosial-ekonomi orang tua rendah.
Kehidupan sosial-ekonomi yang mapan merupakan salah satu penunjang yang membentuk kebahagiaan hidup keluarga. Dengan ekonomi yang mapan, berarti semua kebutuhan keluarga dapat terpenuhi dengan baik, termasuk keperluan pendidikan, kesehatan, rekreasi anak-anak.
Namun kehidupan ekonomi yang terbatas atau kurang, menyebabkan orang tua tidak mampu memberikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan makanan yang bergizi, kesehatan, pendidikan, dan sarana penunjangnya, dan bahkan orang tuapun kurang optimal dalam memberikan perhatian kasih sayang pada anak. Hal ini dapat terjadi karena seluruh waktu dan perhatiannya, cenderung tercurah untuk bekerja agar dapat meningkatkan taraf hidup keluarganya.
4. Penerapan disiplin keluarga yang tidak tepat.
Sebagian besar orang tua beranggapan bahwa penerapan disiplin terhadap anak-anak berarti harus dilakukan secara tegas, keras, tidak kenal kompromi serta tidak mengenal belas kasihan kepada anak. Disini, orang tua berperan secara sentral dalam menentukan criteria kedisiplinan yang longgar ataupun ketat sesuai dengan karakteristik anak.
KONSULTASI GRATIS DISINI, HUBUNGI : pkhmadiun@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar