Kemiskinan identik dengan kebodohan, ungkapan itu barangkali tidaklah terlalu jauh dari kenyataan kalau dilihat pada masyarakat didaerah pinggiran khususnya desa yang jauh dari jangkauan informasi, desa terpencil dan terisolir, yang kebanyakan orang menyebutnya desa tertinggal.
Desa yang demikian mayoritas masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan dengan tingkat SDM rata-rata rendah, hal ini salah satunya di pengaruhi oleh minimnya informasi yang masuk. Dengan demikian masyarakat yang hidup di desa seperti itu akan tertutup pengetahuannya. Salah satu ciri karakteristiknya adalah sikap apatis (masa bodoh) terhadap perkembangan yang terjadi di dunia luar. Energi berfikir mereka berputar-putar pada persoalan bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar mereka tercukupi.
Mereka tidak mampu ber empati (membayangkan peran lain diluar dirinya) terhadap peran yang dianggap jauh di atasnya.
Dalam kaitannya dengan kurangnya pengetahuan seseorang maka akan berpengaruh pula pada pola pikir mereka. Baik berfikir untuk dirinya sendiri, lingkungan sekitarnya maupun dalam hal mendidik anak-anaknya. Artinya ada sebuah korelasi (hubungan) yang cukup signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepedualian sosial. Kalau saja ketidaktahuan atau kebodohan itu sudah melekat pada pola fikir seseorang maka segala langkah yang diambil bukan karena berdasarkan pengetahuan, akan tetapi lebih dikarenakan faktor kebiasaan yang dilakukan terus menerus, turun temurun. Seperti kalau boleh disimpilkan ada sebuah pola tentang kebodohan yang terus diwariskan ke anak cucunya dan itu akan sulit sekali untuk merubahnya.
Dalam hal mendidik anak misalnya, kalau seseorang minim pengetahuan atau tidak pernah mengenyam pendidikan tentunya akan sulit bagi mereka dalam hal mengarahkan anak-anaknya untuk berkembang menjadi lebih baik. Apalagi memberi motivasi bagi anak-anaknya untuk lebih maju dalam bersekolah.
Dalam kaitannya dengan program PKH motivasi dan dukungan orang tua sangatlah mutlak dibutuhkan, agar seorang anak lebih giat dalam belajar, yang nantinya diharapkan akan menumbuhkan keinginan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Dengan dorongan dan motivasi orang tua, diharapkan pula pola perkembangan anak akan lebih terkontrol. Bukankah waktu terbanyak bagi anak adalah di lingkunganan keluarga ? Secara matematis, dalam satu hari hanya 6 jam waktu yang diperlukan seorang anak di sekolahnya, sisanya berada di rumah.
ditulis oleh :
Yuli Siswantini, Pendamping PKH Kec. Gemarang
Bagaimana Dengan Kesehatan???
KESEHATAN ADALAH HAK DASAR !!!!
Sehat itu adalah hak dasar yang dimiliki dan melekat pada setiap manusia
di negeri ini tanpa terkecuali. Kesehatan merupakan salah satu indikator
kesejahteraan suatu bangsa dimana itu tecermin dalam usia harapan hidup warga
serta kemampuan dan kesempatan warga
yang sama dan sejajar dalam mengakses fasilitas kesehatan yang disediakan oleh
Negara.
Tidak terkecuali warga miskin yang mengalami sakit dan harus berobat ke
rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya. Masalah biaya selalu menjadi
kendala, seperti banyak kasus yang terjadi di republik ini yaitu pasien miskin
ditolak berobat ke rumah sakit dengan alasan rumah sakit sudah penuh, masalah
administrasi lainnya( depkes/PT Askes memiliki tunggakan uang pada rumah sakit)
dan banyak alasan lainnya.
Negara wajib menyediakan kesehatan yang murah dan mudah diakses oleh
setiap warga, baik kualitas maupun pembiayaannya. Meskipun Negara sudah
memiliki program kesehatan untuk masyarakat miskin yaitu Jamkesmas ( Jamkesda,
untuk kabupaten/kota) dan yang lainnya. Namun tetap saja ada warga miskin yang
tidak mampu mengakses kesehatan karena tidak punya biaya, tidak memiliki kartu
Jamkesmas. Juga bagi peserta Program
Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas dapat berobat di
fasilitas kesehatan/RS pemerintah dengan menggunakan kartu PKH sebagai bukti
untuk berobat. Tidak ada lagi alasan dari pihak rumah sakit untuk menolak
pasien miskin dengan alasan tidak mampu membayar karena pada dasarnya biaya itu
ditanggung oleh Negara sampai tuntas. Semoga tidak ada lagi warga miskin yang
tidak dapat mengakses kesehatan di bumi pertiwi ini.
Tips berobat bagi peserta PKH yang tidak memiliki kartu Jamkesmas :
1.
Mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)
dari desa, di foto kopi 3 lembar
2.
Surat rujukan dari Puskesmas, di foto kopi 3
lembar
3.
Foto kopi kartu Peserta PKH 3 lembar
4.
Foto kopi KK 3 lembar
5.
Semua berkas di atas didaftarkan ke loket
Jamkesmas/Askes
6.
Masuk ke loket pendaftaran
7.
Peserta sudah bisa berobat (rawat jalan/inap)
Ditulis oleh :
Firdaus Anderson, Pendamping PKH Kec. Gemarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar