Jumat, 01 Oktober 2010

Refleksi Pendampingan

Kekuatan dibalik Kelemahan

Di saat sulit dan sempit,misalnya ketika seseorang terancam bahaya, terbentur dengan kenyataan pahit, dihadapkan dengan realitas di luar jangkauan pemikirannya,bagi orang beriman biasanya taqarrub (kedekatan) dan tawakkal (kepasrahan) kepada Allah semakin kuat. Kondisi mentok atau terjepit seringkali memunculkan kesadaran fitrah akan intervensi Tuhan. Namun yang perlu direnungi,haruskah kesadaran itu tumbuh ketika melewati dan mengalami masa-masa sulit? Wajarkah kita bersyukur secara insidentil,sementara limpahan karuniaNya senantiasa mengalir membasahi tubuh kita,sekalipun pada saat yang sama kita tidak berhenti melakukan dosa dan kesalahan?

Sesungguhnya kehidupan manusia rentan dengan kesulitan,penyakit,dan musibah. Mari kita pandang tubuh kita secara tajam. Kita akan mendapati bagian tubuh ini ada lubang yang rawan terjangkiti penyakit mata,telinga,hidung,mulut,kaki dan tangan. Semuanya rentan luka Belum lagi penyakit dalam seperti kanker,tumor sesak nafas dan semacamnya yang tidak diketahui keberadaannya,namun sangat bahaya. Ketergantungan kepada Allah harus kita tumbuhkan sejak dini,termasuk pada saat Allah memberikan karunia yang sebaliknya,yakni kelapangan. Rasulullah bersabda “Kenalilah Allah pada saat lapang,niscaya Ia akan mengenalimu dalam kesempitan”.

Antara kesempitan dan kelapangan,kegagalan dan kelapangan sama pentingnya. Jangan kita menganggap bahwa ujian itu hanya berupa kesempitan saja. Kepasrahan kepada Allah harus kita lakukan setiap saat. Ketika duduk,berdiri,berbaring,berjalan dan berlari. Bahkan kala kita diam tidak beraktifitas. Karena takdir (rencana) dan qadha (pelaksanaannya) diluar rencana kita. “Ketahuilah takdir itu tidak berjalan menurut rencana kita,bahkan kebanyakan yang terjadi adalah apa yang tidak kita rencanakan dan sedikit sekali apa yang kita rencanakan”.

Karena kita rentan terkena musibah,ketergantungan kepada Allah sepanjang masa mutlak adanya. Marilah kita luruskan cara pandang terhadap problem kehidupan sehingga tidak terjebak pada sudut pandang hanya pada peristiwa kehidupan dengan berbagai seginya atau hanya dari sisi lahiriahnya. Kehidupan ini sebenarnya mirip pelangi ketimbang sebuah foto hitam putih. Setiap orang akan merasakan begitu beragam warna kehidupannya. Ia mungkin mencintai sebagian warna itu,tetapi yang pasti tidak akan menyukai semua warna.

Demikia perasaan kita,semua warna kehidupan akan kita respons dengan berbagai jenis perasaan yang berbeda-beda. Seorang menjadi pahlawan karena kemampuannya mengelola sebagaian perasaan sedemikian rupa sehingga tetap dalam kestabilan jiwa yang mendukung produktifitasnya. Kegagalan itu bisa mendorong seseorang untuk lebih menggali kompetensi intinya,pusat keunggulan,yang semula tidak terdeteksi sama sekali.

Ketenangan,kelapangan dada dan keberanian itulah salah satu hasil pendidikan ketergantungan kepada Allah. Manusia memang lemah. Namun Allah menyulap kelemahan itu menjadi sumber kekuatan. Pada kelemahan itulah sandaran kepada Allah semakin kokoh,suplai tenaga dan stamina ruhani bertambah. Puasa yang yang barusan kita lewati adalah salah satu media untuk merekam kelemahan diri. Maka abadilah ungkapan para ulama terdahulu yang mengatakan “Kekuatanku terletak pada kelemahanku”.

Ditulis Oleh :
Didik Subiantoro
Pendamping PKH Kecamatan Balerejo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kita harus melayani mereka

kita harus melayani mereka
terima kasih PKH