Program conditional cash transfer atau yang disebut juga dengan PKH untuk Negara Indonesia) banyak dijumpai di sejumlah Negara Amerika Latin dan Karibia. Meksiko meluncurkan the Programa de Educación, Saludy Alimentación (PROGRESA) pada tahun 1997. Program ini merupakan titik awal CCTpelaksanaan program dalam sekala besar. Brazil memiliki Programa Nacional de Bolsa Escola dan Programa de Erradicaçao do Trabalho Infantil, (PETI). Kolumbia meluncurkan the Familias en Acción program (FA), Honduras the Programa de Asignación Familiar (PRAF), Jamaica mengintroduksi the Program of Advancement through Health and Education (PATH), dan Nikaragua memperkenalkan the Red de Protección Social (RPS).
Program CCT semakin marak diadopsi di berbagai Negara. Tidak kurang dari 20 negara Amerika Latin, Karibia, Asia dan Afrika telah mengadopsi CCT dan sekitar 20 negara lainnya, termasuk Indonesia, telah memulai program ini. Terdapat sejumlah alasan yang melatarbelakangi maraknya program CCT, diantaranya adalah: (i) terbuktinya keberhasilan CCT; (ii) meningkatnya kinerja targeting, (iii) program relafit flexible, (iv) adanya alasan politis, (v) dapat dikembangkan serta (vi) meningkatnya kinerja monitoring dan evaluasi
Dampak CCT
Pelaksanaan CCT di berbagai Negara selalu diikuti pengukuran dampak. Hasil hasil evaluasi telah menunjukkan keberhasilan CCT dalam meningkatkan indicator perbaikan SDM. Indikator-indikator ini umumnya sejalan dengan kewajiban yang ditetapkan dalam program CCT, seperti pendidikan dan kesehatan. Sesi ini menyajikan literature tentang dampak CCT pada aspek kesehatan dan pendidikan.
Dampak CCT Pendidikan
Program CCT di Meksiko, dikenal dengan Progresa, berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah jenjang SLTP sebesar 6 persen pada kelompok pria dan 9 persen pada kelompok wanita. Progresa juga berhasil meningkatkan angka transisi sekolah dari jenjang SD ke SLTP sebesar 15 persen pada kelompok wanita yang umumnya mereka putus sekolah sebelum masuk SMP. Anak-anak dari keluarga penerima Progresa memasuki usia sekolah relatif lebih muda dan kejadian tidak naik kelas lebih kecil ketimbang anak-anak dari keluarga non-penerima program.
Progresa memiliki dampak relatif kecil pada angka kehadiran sekolah, pencapaian nilai standar test serta kemampuan menarik anak-anak dropout untuk masuk ke sekolah. Pelaksanaan CCT di Meksiko, Kolumbia dan Turkey berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah jenjang SD dan SLTP. Dampak CCT terhadap angka partisipasi sekolah jenjang SD relatif lebih kecil ketimbang jenjang SLTP. Alasan utmanya, angka partisipasi sekolah jenjang SD umumnya sudah lebih tinggi.
Temuan ini menunjukkan bahwa dampak CCT pada partisipasi sekolah akan tinggi jika dilaksanakan pada lokasi dimana angka partisipasi sekolah masih rendah. Di Kolumbia, misalnya, angka partisipasi SLTP meningkat 30 persen poin, dan angka kehadirannya meningkat 43 persen poin.
Di Bangladesh ada sekitar 3 juta anak-anak tidak terdaftar di SD. Meski relative kecilnya CCT yang ditargetkan pada kelompok anak yang sulit dijangkau termasuk anak jalanan, program CCT di Bangladesh berhasil meningkatkan angka partisipasi SD mencapai 9 persen poin. Sayangnya temuan ini hanya terdeteksi di sekolah sekolah yang juga menerima bantuan dalam rangka upaya peningkatan kualitas sekolah. Di Nikaragua, dimana angka partisipasi sekolah masih kecil, progam CCT berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah secara keseluruhan sebesar 13% poin (angka partisipasi sekolah anak-anak dari kelompok keluarga sangat miskin meningkat sebesar 25% poin dan angka kehadiran anak SD meningkat 20 poin).
Sayangnya dua tahun setelah rumah tangga berhenti menerima bantuan, partisipasi sekolah turun sebesar 12.5 persen poin, walau masih lebih tinggi 8 persen poin dibandingkan angka partisipasi sekolah sebelum program CCT.
Dampak CCT Kesehatan
Program CCT menunjukkan dampak yang signifikan pada kesehatan dan gizi, Angka kunjungan kesehatan meningkat 18 persen di lokasi-lokasi Progresa di Meksiko. Angka kesakitan anak usia 0–5 tahun peserta Progresa turun 12 persen. Dampak CCT ditemukan juga pada aktifitas pemantauan tumbuh kembang anak di kolombia, Honduras, Meksiko dan Nikaragua.
Program CCT berhubungan juga dengan peningkatan tinggi badan, sebuah aspek penting untuk mengukur status gizi jangka panjang. Angka stunting di Meksiko, Nikaragua dan Kolombia turun, secara berurutan, 10 persen, 5.5 persen dan 7 persen. Meskipun peningkatan status gizi tidak diketahui pasti, sangat dimungkinkan bahwa temuan tersebut disebabkan oleh karakteristik dasar program CCT, seperti (i) naiknya pendapatan rumahtangga karena subsidi mengakibatkan peningkatan belanja makanan, (ii) adanya kewajiban untuk memonitor tumbuh kembang, dan (iii) adanya informasi tentang perawatan anak dan tambahan makanan bergizi. Di Meksiko dan Nikaragua, misalnya, konsumsi makanan berkalori meningkat, demikian halnya dengan konsumsi buah-buahan, sayur mayur, daging dan berbagai produk makanan harian lainnya.
Di Honduras tidak ditemukan dampak positif program CCT terhadap peningkatan status gizi. Sedangkan di Brazil, program CCT semula dikaitkan dengan sedikit turunnya berat badan, namun fenomena ini akhirnya dibantah. Anekdot, Ibu ibu memelihara berat badan anak-anaknya pada kondisi rendah karena munculnya persepsi bahwa mereka akan kehilangan banyak keuntungan jika berat badan anaknya tumbuh dengan pesat. Fenomena ini penting terhadap berfungsinya mekanisme yang menjamin kejelasan dan komunikasi yang teratur antara pelaksana program dengan penerima program sehingga persyaratan yang ditetapakan dalam program tidak menimbulkan insentitife yang negative.
Di Turkey, tidak cukupnya atau kurang tepatnya informasi tentang program juga mengurangi dampak program.
Beberapa program CCT juga berusaha ditargetkan untuk mengeliminasi kekurangan zat bergizi. Di Meksiko, penerima program memiliki kejadian anemia lebih kecil ketimbang bukan penerima program, meskipun angkanya masih tetap tinggi. Di Nikaragua, meskipun ibu-bu melaporkan bahwa mereka menerima tablet Fe, namun anemia tidak terbukti terpanguruh oleh program. Penyebabnya, mereka tidak memberikan suplemen ini kapada anak-anaknnya dengan kepercayaan bahwa
supelemen akan berdampak buruk bagi perut dan gigi. Fenomena ini merupakan tantangan besar dalam memecahkan permasalahan kekurangan zat gizi, dimana pendekatan multidimensi lebih dibutuhkan, ketimbang bantuan tunai atau pemberian supplemen itu sendiri.
Program CCT juga berusaha memecahkan isu gender. Program CCT berhasil secara signifikan meningkatkan angka partisipasi sekolah anak perempuan, yang secara historis telah mengalami diskriminasi karena pendidikan anak perempuan dianggap tidak sepenting pria. Penelitian di Meksiko dan Nikaragua menemukan program CCT terkait dengan peningkatan sikap terhadap pendidikan perempuan serta pemberdayaan kaum perempuan secara umum. Kelompok wanita melaporkan peningkatannya tentang pengetahuan, kepedulian sosial, dan percaya dirinya karana adanya sejumlah aktivitas program CCT bagi para penerima program, seperti pertemuan, pengorganisasian, dan lokakarya. Namun demikian tidak semua program CCT memberikan kesempatan ini, dan oleh karenanya perlu melihat sejumlah potensi besar untuk meningkatkan status wanita. Penelitian di bagian barat Turkey menemukan adanya persepsi sosial budaya yang bertentangan dengan pendidikan bagi kaum perempuan ternyata lebih kuat ketimbang insentif bantuan. Hal ini menunjukkan bahwa masih diperlukan pendekatan-pendekatan tambahan untuk memecahkan permasalahan ini. Padahal program CCT di daerah ini juga telah memberi bebagai kesempatan bagi perempuan untuk lebih berparitisipasi menggunakan waktunya diluar rumah dan terlibat dengan berbagai institusi seperti perbankan serta kantor-kantor pemerintahan
Dikutip dari : Bagian Isi Laporan Akhir Evaluasi Program Perlindungan Sosial Program Keluarga Harapan 2009, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional ( Bappenas).
Oleh : Hepy Lail Farih Desemsis, Pendamping PKH Kecamatan Wungu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar